Tuesday, 22 January 2013

Prasangka, Diskriminasi, Dan Entrosentrisme


Salah satu permasalah terbesar negara yang memiliki beraneka ragam suku dan budaya adalah diskriminasi termasuk Indonesia. Diskriminasi bisa bermakna mendeskriditkan suatu suku, ras atau agama tertentu (SARA). Di Indonesia pernah terjadi kasus berdarah Ambon yang bermotif agama antara Islam dan Kristen dan kasus berdarah Sampit yang bermotif suku antara Dayak dan Madura.

Tak hanya Indonesia, negara adi kuasa AS pun masih memiliki permasalahan Ras yang didasari perbedaan warna kulit. Banyak warga mayoritas AS yang berkulit putih memojokan warga yang berkulit hitam seperti kasus penembakan aktivis kulit hitam AS pada 1960 yaitu Marthin Luther King dan Malcolm X.

Salah satu faktor pemicu adanya diskriminasi adalah prasangka dan entrosentrisme atau mengunggulkan suatu kelompok atau ide tertentu. Padahal, kita sesama manusia memiliki derajat dan martabat yang sama dan jelas entrosentrisme tidak akan membawa kita atau suatu negara kepada kejayaan bahkan kesuraman. Lihat saja ! Adolf Hitler yang mengagungkan ras Arya dan menggerakan militer Jerman untuk menginvasi negara-negara Eropa sehingga terjadi perang dunia ke-2.

Kegilaan third reich julukan hitler tak sampai disitu, ia bahkan memerintahkan penghabisan, pemusnahan, pembunuhan semua orang yahudi di negara jajahan Jerman termasuk lansia dan anak-anak. Pembunuhan terorganisir atau genosida itu menyebabkan enam juta jiwa melayang dari Yahun belum puluhan juta jiwa dari korban dunia ke-2. Semua masalah itu berakar dari entrosentrisme terhadap arya.

Apakah entrosentrisme sepadan dengan puluhan jiwa yang melayang, anak yang ditinggal orang tuanya, Tentu tidak !.

Serbuk kecil dari diskriminasi adalah prasangka, prasangka buruk terhadap tetangga, teman sekitar, rekan kerja. Padahal, prasangka itu belum benar adanya. Karena itu kita harus berpikiran positif untuk melalui ini semua, tidak ada yang hebat atau lebih agung kecuali kekuatan Allah.

0 komentar:

Post a Comment